Tari tradisional kerakyatan tumbuh dan berkembang dalam lingkungan
masyarakat umum atau rakyat. Biasanya digunakan sebagai tari hiburan,
pergaulan, dan juga sebagai wujud rasa
syukur. Cirinya adalah bentuk gerak, irama, ekspresi, dan rias busana
yang sederhana serta sering disajikan secara berpasang-pasangan atau
kolektif (kelompok). Contoh: tari jaran kepang atau kuda lumping (Jawa),
tari jaipongan (jabar), tari banyumasan, tari janger (Bali), tari payung, lilin (Sumatra Barat), tari saman (Aceh), tari tayuban (Jawa Tengah).
Tari tradisional klasik dikembangkan oleh kaum bangsawan di istana.
Bentuk gerak tarinya baku atau tidak bisa diubah. Pengembangannya lebih
sulit karena hanya bisa dilakukan dalam kelompok bangsawan tersebut.
Fungsi tari klasik biasanya sebagai sarana upacara kerajaan dan adat. Bentuk gerak, irama, penghayatan, rias, dan busananya terkesan lebih estetis dan mewah.
Contoh:
tari topeng klana (Jawa Barat), tari bedhaya, tari serimpi, tari sawung
(Jawa Tengah), tari beskalan, tari ngremo (Jawa Timur), tari rejang (Bali), tari syang hyang (Bali), tari pakarena (Sulawesi Selatan).
Tari
kreasi adalah bentuk gerak tari baru yang dirangkai dari perpaduan
gerak tari tradisional kerakyatan dengan tradisional klasik. Gerak ini
berasal dari satu daerah atau berbagai daerah di Indonesia.
selain bentuk geraknya, irama, rias, dan busananya juga merupakan hasil
modifikasi tari tradisi. Bentuk tari yang lebih baru lagi misalnya tari
pantomim (gerak patah-patah penuh tebakan), operet (mempertegas lagu
dan cerita), dan kontemporer (gerak ekspresif spontan, terlihat tak
beraturan tapi terkonsep).
Contoh: tari oleg tambulilingan, tari tenun, tari wiranata, tari panji semirang (Bali),
tari kijang, tari angsa, tari kupu-kupu, tari merak (Jawa), tari
pattenung, tari padendang, tari bosara, tari lebonna (Sulawesi Selatan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar